Waktu terus berjalan. Tak terasa, kita sudah memasuki tahun baru hijriah yang ke-1433. Artinya, hijrahnya Rasulullah Saw. beserta para sahabat telah berumur 1433 tahun lamanya.
Begitu cepatnya waktu melesat. Bak panah yang terlepas dari busurnya, melesat cepat ke arah yang tak terduga. Ketepatan arah tergantung si pemanah. Ya, begitulah kehidupan. Hidup seumpama panah yang dilepaskan oleh si pemanah dari busur. Jika ia tepat mengarahkan panah kehidupannya dengan cemerlang, maka ketepatan sasaran di masa yang akan datang adalah endingnya. Pertanyaannya adalah, sudah tepatkah arah panah kehidupan yang kita lepaskan di masa lampau? Jika tidak, maka kita sungguh-sungguh dalam keadaan yang merugi.
Tahun baru hijiriah bukan hanya simbol pergantian tahun dalam kalender Islam semata, tetapi lebih dari itu, ada makna dahsyat di balik tahun baru hijriah. Tahun baru hijriah mengandung makna sangat luar biasa, di dalamnya ada keteladanan untuk sebuah pengorbanan yang hakiki. Sebuah pengorbanan yang mewujudkan perlawanan terhadap kebatilan dan kemungkaran. Mereka harus berjuang mati-matian dengan darah, bahkan nyawa sebagai taruhan dalam menumpas kebatilan. Sebuah pengorbanan di mana mereka harus meninggalkan (hijrah) negeri, harta, sanak- saudara dan handai-taulan demi sebuah misi yang mulia.
Lalu, bagaimana kita seharusnya memaknai tahun baru hijriah? Apa dengan merayakannya, seperti yang sudah lumrah kita lihat selama ini?
Jawabannya, tentu tidak. Merayakan tahun baru hijriah selama tidak dipandang sebagai ibadah yang harus dikerjakan, itu tidak menjadi masalah. Intinya, tahun baru hijriah harus kita jadikan sebagai ajang merefleksi diri.
Ibnu Qayyim memberikan sebuah rumusan sederhana—tetapi memiliki makna yang luar biasa—mengenai spirit hijrah. Kata beliau, kata hijrah mengandung arti berpindah “dari” dan berpindah “menuju”. Maksudnya yaitu berpindah dari yang semula tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, menuju kepada yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Jadi, mari kita jadikan tahun baru hijriah sebagai ajang refleksi diri. Sebagai ajang berkontemplasi, merenung ke belakang, dan tanyakan kepada diri kita, “Sudah benarkah kita menjalani kehidupan ini?” Jika masih banyak kekurangan-kekurangan di masa lampau, maka sudah saatnya kita berbenah diri, dan menjadikan tahun baru hijriah menjadi awal yang baik untuk kehidupan kita di hari-hari berikutnya. Agar kita bisa menjadi sebaik-baiknya manusia, dan bukan sejelek-jeleknya manusia. Rasulullah Saw. bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah orang yang diberi umur panjang dan baik amalnya. Sebaliknya, sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi umur panjang namun jelek amalnya.” (HR. Ahmad). Wallahu a’alam bisshowwab.
Jangan lupa komentarnya, ya!! ^_^ (Bagi yang tidak memiliki akun blogger atau sejenisnya, caranya: pilih profile Anda dengan memilih Anonymous di kolom "Beri Komentar Sebagai" di bawah. Setelah itu tuliskan komentar, lalu klik Poskan Komentar, kemudian ikuti perintahnya. Beres. Jangan lupa kasih keterangan nama yaaa .... ^_^ )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar