Jumat, 01 November 2013
Minggu, 04 Desember 2011
Avokado dan Kananga Odorata
Shofwan Najmu*
Avokado dan Kananga Odorata, yang biasa dipanggil Kenanga, sering kali menjadi pusat perhatian setiap mata yang singgah. Apalagi Kenanga, ia acap sekali menjadi pusat perhatian banyak orang. Bunganya yang indah serta harum mewangi semakin menambah pesonanya. Di bawah kerindangan mereka, diberi kursi panjang tempat di mana sang pemiliknya sering berteduh, melepas penat dan lelah, serta mentadabburi akan ciptaan-Nya.
Di saat mereka sedang asyik-asyiknya bertasbih mengagungkan asma-Nya, gadis manis berparas rupawan pemilik taman itu keluar. Sesaat ia mengedarkan pandangannya ke seluruh isi taman, kemudian matanya tertuju ke arah Avokado dan Kenanga. Ia tersenyum manis kepada mereka berdua. Avokado dan Kenanga pun membalas senyumnya kepada gadis itu. Tentu saja gadis itu tak mampu merasakan senyum mereka.
“Coba ia bisa merasakan senyum kita, mungkin ia akan senang sekali,” ucap Avokado setengah berharap.
“Iya,” sahut Kenanga.
Gadis itu pun menghampiri Avokado dan Kenanga, kemudian ia menyiramkan air segar dari teko lumayan besar kepada mereka berdua sambil mengambil sampah-sampah yang berserakan di sekitar mereka. Lalu ia menuju tumbuhan lainnya. Aktivitas yang tak pernah ia tinggalkan.
“Wah, Pak, segar banget ya!” ujar Kenanga.
“Iya nih, segar banget! Setiap pagi kita selalu diberi nutrisi yang menyehatkan tubuh kita. Tapi, percuma aja, Bapak sudah tua. Tinggi Bapak cuma sampai 10 meter. Kamu enak, masih bisa berkembang. Umur kamu juga jauh lebih tinggi dari Bapak,” keluh Avokado.
“Bapak nggak usah bersedih, tenang aja, selama manusia masih menjaga dan melestarikan kita, kita akan tetap hidup,” Kenanga berusaha menghibur.
***
Matahari kian beranjak. Sinarnya semakin meyeruak. Avokado dan Kenanga tengah bercakap-cakap.
“Pak Avokado, saya sangat senang sekali berada di tempat seperti ini. Suasana yang asri, lingkungan yang bersih, penduduknya yang ramah dan bersahabat dengan lingkungan, serta pemilik taman ini yang begitu semangat melestarikan alam,” ujar Kenanga menaruh simpati.
“Iya, Bapak juga senang tinggal di sini. Suasana seperti inilah yang Bapak harapkan sejak kecil, dan harapan teman-teman kita lainnya.”
“Memangnya, sejak kapan Bapak berada di taman ini?” tanya Kenanga.
“Kalau sejak kapannya Bapak tidak ingat pasti. Yang Bapak ingat, ketika Bapak masih kecil, dan kamu belum ada di sini, suasananya tidak seperti ini,” jelas Avokado.
“Lantas, keadaan ketika Bapak masih kecil seperti apa?” tanya Kenanga penuh tanda tanya.
Avokado pun mulai bercerita.
“Kamu beruntung, kamu hidup di saat keadaan sudah jauh berubah. Dahulu kampung ini tempat bergumulnya bencana. Bencana alam silih berganti tandang ke daerah sini tiada henti.”
“Dulu …,” ia menghela nafas sesaat.
“Dulu, daerah ini sangat kacau sekali. Sistem pemerintahan yang kacau. Sistem kemanusiaannya yang sudah tak bermoral. Kemaksiatan merajalela. Masyarakatnya yang enggan memperbaiki keadaan. Masyarakat yang kurang bersahabat dengan alam. Sampai-sampai Bapak dan teman-teman Bapak, saat itu, berdiri murung di bibir keputus-asaan. Bapak dan teman-teman hampir punah karena tidak ada yang peduli akan kehadiran kami di sini. Tapi Bapak dan yang lainnya mencoba tuk bertahan. Saat itu, kami seakan berada di suatu tempat, di mana suara dinyanyikan dengan nada keindahan sekaligus kepedihan. Tempat itu bernama kerinduan. Kami rindu akan suasana yang aman dan nyaman.”
“Namun, masyarakat semakin tidak ada yang sadar. Mereka semena-mena merusak alam. Kemaksiatan semakin mereka galakkan. Di bawah Bapak, di bawah kerindangan Bapak ini, mereka mulai berani menampakkan kemaksiatan. Syariat sudah tidak ada lagi yang menegakkan. Mereka berjudi. Mabuk-mabukkan. Sepasang muda-mudi berdatangan tuk berpacaran. Bahkan, mereka berani berbuat mesum di hadapan Bapak. Astagfirullah al-‘Adzim! Kemaksiatan dan kedzaliman seakan menjadi hal yang lumrah di mata mereka.”
“Hari silih berganti. Namun sikap mereka tak pernah surut dalam henti. Keseimbangan alam semakin terganggu akibat ulah manusia sendiri. Alam pun menjadi bosan akan tingkah mereka yang tak mengenakkan hati. Akhirnya, Allah mengamanatkan kepada alam untuk menegur mereka yang tak pernah sadar akan kekerdilan diri.”
“Alam pun menggoncangkan daerah mereka dengan lempengannya. Maka terjadilah gempa. Sebagian rumah mereka melebur menyatu dengan tanah. Orang-orang berlarian ke sana dan ke sini tanpa arah. Bagaikan segerombolan semut yang lari ketakutan akibat gertakan manusia.”
“Nah, yang lebih tragis, yang membuat hati Bapak sakit teriris-iris, Bapak melihat seorang Ibu yang tengah hamil muda mati tertiban reruntuhan kayu rumah. Reruntuhan kayu itu tepat mengenai perutnya yang besar. Pecah. Darah pun bercucuran. Ibu dan anak yang dikandungnya itu tak terselamatkan. Hati Bapak seperti tersayat sembilu. Air mata tak terbendung. Suasana melankolis menjebak. Air mata Bapak pun mengalir tak berkesudahan.”
“Bapak mencoba bertanya kepada lempengan, ‘Hai, Lempengan! Kenapa kamu berbuat seperti itu?’ tanya Bapak. Ia pun menjawab, ‘Avokado, jangan salahkan alam jika alam tidak lagi bersahabat dengan mereka. Ini amanat Tuhan untuk mereka atas tingkah mereka yang semena-mena,’ jawab Lempengan. Hati Bapak mengamini jawaban Lempengan. Balasan inilah yang seharusnya diterima para perusak dan pelaku kemaksiatan di dunia!”
Avokado terdiam sejenak. Suasana hening sesaat Ia tidak sanggup lagi meneruskan ceritanya. Tangisnya pun tumpah karena mengingat masa lalu. Tangis yang dirangkul hening menyibak sukma. Isak tangisnya bagaikan kapas yang melayang ringan. Ia beranggapan, mengingat masa lalu hanya akan menggoreskan kembali luka lama.
“Lanjutkan, Pak, ceritanya?!” ujar Kenanga memaksa.
“Sudahlah, kita lanjutkan aja ceritanya nanti sore. Coba lihat ke bawah! Gadis manis itu tengah asyik duduk di bawah kerindangan kita sambil membaca al-Quran, lalu ia mengamati kita. Tampaknya ia sedang mentafakkuri akan kehadiran kita. Bapak jadi malu. Ia mencoba merasakan akan kehadiran kita, eh, kitanya malah menghiraukan kehadirannya.”
***
Matahari kian beranjak ke peraduan. Senja mulai berwarna keperakkan. Sekelompok burung beterbangan dari langit utara kembali ke sangkar. Gadis manis itu tengah asyik duduk di taman, sambil menikmati suasana alam. Di tangannya terlihat buku yang tengah dibacanya. Avokado dan Kenanga menatapnya dengan hati penuh kesejukkan.
“Pak Avokado, coba ceritakan kembali lanjutannya?!” pinta Kenanga dengan sesungging senyuman yang indah.
“Kamu masih penasaran?” tanya Avokado.
“Iya.”
“Baiklah, akan Bapak lanjutkan ceritanya. Jadi, dulu itu bencana silih berganti tandang ke daerah sini. Kemudian, banjir mulai mangkal di daerah sini. Hampir setiap musim hujan daerah sini sering dilanda kebanjiran. Bahkan, menjadi jadwal tetap bagi air untuk menggenangi daerah sini.”
“Bapak pun bertanya kepada air, ‘Kenapa kamu menjadi suka bersilaturahmi ke daerah sini?’ Air pun menjawab, ‘Ini semua akibat ulah manusia yang tak berpendidikan. Pohon-pohon mereka tebang semaunya tanpa mengganti dengan pohon yang baru. Sampah-sampah mereka buang di sembarang tempat: di jalanan, saluran air, sungai, dan lain-lain. Sampah pun menumpuk. Mampet. Akhirnya air meluap dan turun ke daratan. Inilah balasan yang pantas bagi para perusak dan pelaku kemaksiatan!’ ujar air menjelaskan. Lagi-lagi hati Bapak mengamini. Memang inilah yang pantas untuk mereka. Harta benda mereka pun raib ditelan air. Makanan susah mereka dapatkan. Penyakit mulai berdatangan.”
“Singkat cerita, gadis manis itu datang. Ia memang asli daerah sini. Hanya, ketika ia berumur 4 tahun, ia dan keluarga pindah ke Bogor karena Bapaknya ada tugas di daerah Bogor. Mereka juga pindah hanya untuk sementara. Ketika gadis itu beranjak SMP, ia merantau ke Bandung untuk menuntut ilmu di pesantren. Selama 6 tahun ia di Bandung. Lulus dari pesantren, ia kembali ke Bogor. Dan ia melanjutkan kuliahnya di universitas Islam ternama, di Jakarta.”
“Dari mana Bapak tahu tentang gadis itu?” tanya Kenanga penasaran.
“Bapak tahu karena ia pernah bercerita kepada teman dekatnya. Ia bercerita di bawah kerindangan Bapak,” jawab Avokado.
“Terus, Pak, lanjutkan ceritanya!” pinta Kenanga.
“Lalu, gadis dan keluarganya pun datang. Para warga menyambutnya dengan baik—sebelum mereka pindah, ke dua orang tuanya merupakan orang yang terpandang di daerah sini. Mengetahui ada yang tidak beres di daerahnya, Bapak gadis itu mencoba menata kembali, dan gadis itulah yang menjadi motornya. Pengalaman-pengalaman di pesantren dan di universitasnya ia coba terapkan. Para warga pun menyambutnya dengan penuh antusias.”
“Berawal dari diri sendiri. Itulah yang pertama kali ia aplikasikan. Ia mencoba menata keadaan rumah dan halamannya. Ia sulap halamannya yang lumayan luas, tempat di mana kita berdiri kokoh sekarang, menjadi taman yang sederhana. Ia terus kembangkan. Ia pun membuat lahan serapan dari bahan-bahan yang bisa menyerap air. Sampah-sampah organik dan non organik ia pisahkan.”
“Merasa sudah saatnya, ia mencoba menggaet pemerintah. Ia mencoba untuk bekerja sama dalam memperbaiki sistem pemerintahannya. Peraturan larangan membuang sampah sembarangan diterapkan. Bersama pemerintah, ia mencoba menata kembali daerahnya. Para warga diharuskan membuat lahan serapan. Alam harus dilestarikan. Tumbuh-tumbuhan harus ditanam melalui kegiatan pertanaman: penghijauan lingkungan, hutan kota, agroforestry, grass barier, dan lain-lain. Nah, pada saat inilah kamu, Kenanga, datang. Kemudian pemerintah mengadakan peningkatan kapasitas, perluasan dan melancarkan saluran drainase. Mengadakan perubahan penggunaan lahan. Membuat bangunan yang dapat membantu mengendalikan aliran permukaan. Dan pembuatan sumur resapan.”
“Gadis itu pun mengadakan penyuluhan-penyuluhan dalam menanggulangi masalah bencana alam. Selain itu, gadis itu berusaha menata kembali kehidupan rohani masyarakatnya. Ia mencoba mengikis kemaksiatan dan menyemai kembali kebaikan. Kegiatan rohani ia galakkan.”
“Namun, usahanya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selama 1 tahun, 2 tahun, usahanya belum dapat dirasakan. Akan tetapi, dengan kesadaran, kegigihan, dan kesabaran penduduknya, selama kurang lebih 6 tahun, apa yang diimpikan pun terwujudkan. Suasana yang selalu kita dambakan: bersahabat dengan sesama, bersahabat dengan alam, dan bersahabat dengan Tuhan pun menjadi kenyataan. Seperti suasana yang saat ini tengah kita rasakan.”
Avokado, Kenanga, dan tumbuhan lainnya terdiam sesaat. Langit perak mulai membias dalam kelam. Langit pun mulai berwarna kehitam-hitaman. Suasana sendu akan peristiwa di masa lalu semakin menyayat kalbu, beriringan dengan turunnya jubah hitam malam yang kelam dengan perlahan-lahan. Gadis itu masih duduk manis di bawah kerindangan Avokado dan Kenanga sambil menunggu adzan Maghrib tiba. Kenanga pun membuka suara.
“Subhanaallah! Sungguh berjasa dan berhati mulia sekali gadis itu. Siapakah namanya gadis itu, Pak Avokado?” tanya Kenanga menaruh simpati.
“Kamu belum tahu?”
“Belum, Pak.”
“Namanya Nur Afiifah. Emangnya kenapa?”
“Seandainya saja saya manusia, akan kupinang ia untuk menjadi istri saya.” ***
*Shofwan Najmu, lahir di Jakarta, 16 Oktober 1988. Kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo-Mesir, Fakultas Ushuluddin, jurusan Hadits. Pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi, editor, layouter dan wartawan di beberapa media Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir). Beberapa tulisannya pernah dimuat di media nasional Indonesia—baik cetak maupun online—seperti Seputar Indonesia (Sindo), Republika, Annida Online, dll.
Jangan lupa komentarnya, ya!! ^_^ (Bagi yang tidak memiliki akun blogger atau sejenisnya, caranya: pilih profile Anda dengan memilih Anonymous di kolom "Beri Komentar Sebagai" di bawah. Setelah itu tuliskan komentar, lalu klik Poskan Komentar, kemudian ikuti perintahnya. Beres. Jangan lupa kasih keterangan nama yaaa .... ^_^ )
Senin, 28 November 2011
Waktu terus berjalan. Tak terasa, kita sudah memasuki tahun baru hijriah yang ke-1433. Artinya, hijrahnya Rasulullah Saw. beserta para sahabat telah berumur 1433 tahun lamanya.
Begitu cepatnya waktu melesat. Bak panah yang terlepas dari busurnya, melesat cepat ke arah yang tak terduga. Ketepatan arah tergantung si pemanah. Ya, begitulah kehidupan. Hidup seumpama panah yang dilepaskan oleh si pemanah dari busur. Jika ia tepat mengarahkan panah kehidupannya dengan cemerlang, maka ketepatan sasaran di masa yang akan datang adalah endingnya. Pertanyaannya adalah, sudah tepatkah arah panah kehidupan yang kita lepaskan di masa lampau? Jika tidak, maka kita sungguh-sungguh dalam keadaan yang merugi.
Tahun baru hijiriah bukan hanya simbol pergantian tahun dalam kalender Islam semata, tetapi lebih dari itu, ada makna dahsyat di balik tahun baru hijriah. Tahun baru hijriah mengandung makna sangat luar biasa, di dalamnya ada keteladanan untuk sebuah pengorbanan yang hakiki. Sebuah pengorbanan yang mewujudkan perlawanan terhadap kebatilan dan kemungkaran. Mereka harus berjuang mati-matian dengan darah, bahkan nyawa sebagai taruhan dalam menumpas kebatilan. Sebuah pengorbanan di mana mereka harus meninggalkan (hijrah) negeri, harta, sanak- saudara dan handai-taulan demi sebuah misi yang mulia.
Lalu, bagaimana kita seharusnya memaknai tahun baru hijriah? Apa dengan merayakannya, seperti yang sudah lumrah kita lihat selama ini?
Jawabannya, tentu tidak. Merayakan tahun baru hijriah selama tidak dipandang sebagai ibadah yang harus dikerjakan, itu tidak menjadi masalah. Intinya, tahun baru hijriah harus kita jadikan sebagai ajang merefleksi diri.
Ibnu Qayyim memberikan sebuah rumusan sederhana—tetapi memiliki makna yang luar biasa—mengenai spirit hijrah. Kata beliau, kata hijrah mengandung arti berpindah “dari” dan berpindah “menuju”. Maksudnya yaitu berpindah dari yang semula tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, menuju kepada yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Jadi, mari kita jadikan tahun baru hijriah sebagai ajang refleksi diri. Sebagai ajang berkontemplasi, merenung ke belakang, dan tanyakan kepada diri kita, “Sudah benarkah kita menjalani kehidupan ini?” Jika masih banyak kekurangan-kekurangan di masa lampau, maka sudah saatnya kita berbenah diri, dan menjadikan tahun baru hijriah menjadi awal yang baik untuk kehidupan kita di hari-hari berikutnya. Agar kita bisa menjadi sebaik-baiknya manusia, dan bukan sejelek-jeleknya manusia. Rasulullah Saw. bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah orang yang diberi umur panjang dan baik amalnya. Sebaliknya, sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi umur panjang namun jelek amalnya.” (HR. Ahmad). Wallahu a’alam bisshowwab.
Jangan lupa komentarnya, ya!! ^_^ (Bagi yang tidak memiliki akun blogger atau sejenisnya, caranya: pilih profile Anda dengan memilih Anonymous di kolom "Beri Komentar Sebagai" di bawah. Setelah itu tuliskan komentar, lalu klik Poskan Komentar, kemudian ikuti perintahnya. Beres. Jangan lupa kasih keterangan nama yaaa .... ^_^ )
Minggu, 27 November 2011
Panduan Menulis Cerpen
Oleh Shofwan Najmu*
Pengantar
Jika Anda ingin menjadi penulis fiksi yang handal, maka cerpen adalah jalan awal yang harus Anda lalui. Cerpen? Apa itu cerpen? Cerpen merupakan salah satu bagian dari karya fiksi. Sementara fiksi adalah sebuah istilah sastra yang berupa tulisan-tulisan khayalan, tulisan-tulisan yang memiliki daya imajinasi yang tinggi, yang memiliki arti dan keindahan tertentu. Cerpen ialah singkatan dari cerita pendek. Cerpen merupakan bentuk prosa naratif fiktif. Cerpen merupakan sebuah cerita yang memiliki ciri khas padat dan langsung pada tujuan, berbeda dengan karya-karya fiksi yang panjang seperti novel, misalnya.
Karya fiksi yang baik adalah suatu karya yang memiliki nilai sastra yang tinggi. Sebab, fiksi dan sastra tidak dapat dipisahkan. Keduanya berjalin-berkelindan. Meski, sastra sendiri sifatnya fleksibel. Ia bisa masuk ke dalam tulisan-tulisan non-fiksi, seperti bentuk tulisan feature dalam jurnalisme sastra, dan lain-lain.
Sebuah karya fiksi/sastra yang baik harus memiliki kesepadanan antara bentuk dan isi yang saling berkelindan. Artinya, karya tersebut harus memiliki bentuk bahasa yang baik dan indah, memiliki arti tertentu, serta susunan isinya yang mampu membuat pembaca takjub dan kagum.
Jenis-jenis karya sastra banyak sekali, seperti:
1. Novel
2. Cerpen (Cerita Pendek)
3. Syair
4. Puisi
5. Pantun
6. Drama
7. Dan lain-lain
Selain harus memiliki kesepadanan antara bentuk dan isi yang saling berkelindan, karya fiksi/sastra yang baik harus memiliki kesinambungan yang kuat. Maksudnya yaitu, dalam fiksi harus memiliki konsintensi yang kuat dari sisi karakteristik tokoh, plot, setting, sudut pandang, latar tempat, latar waktu, dan yang lainnya.
So, intinya adalah, cerpen merupakan salah satu bagian dari karya fiksi/sastra, yang memiliki ciri berupa cerita rekaan, khayalan dan berisi imajinasi yang kuat dari si penulisnya. Meskipun demikian, dalam praktik penulisannya tidak boleh asal dan sembarangan. Karena cerpen memiliki syarat-syarat atau unsur-unsur yang membangun sebuah cerita agar terlihat baik dan indah. Seperti konsistensi yang kuat dari sisi penokohan, plot, setting, konflik, dan sebagainya. Semuanya itu adalah hal-hal penting yang harus diperhatikan. Dan yang paling penting adalah, padat dan langsung pada tujuan.
Ciri Khas Cerpen
Seperti yang telah dijelaskan di awal, cerpen merupakan bentuk prosa naratif fiktif, yang memiliki jumlah kata minimal 7.000 karakter dan maksimal di bawah 20.000 karakter. Secara umum, cerpen memiliki ciri khas tulisan yang padat dan langsung pada tujuan, sehingga cerpen berkembang sebagai sebuah miniatur. Cerpen cenderung kurang kompleks dari sisi cerita, berbeda dengan karya-karya fiksi yang panjang seperti novel. Meski cerpen cenderung kurang kompleks, padat dan langsung pada tujuan, cerpen harus memiliki nilai-nilai atau arti tertentu bahkan lebih luas dari itu (multi-tafsir). Oleh karenanya, penulis cerpen dituntut untuk memiliki daya imajinasi yang tinggi.
Seorang pengarang harus memiliki perasaan yang peka untuk memotret kenyataan hidup di sekelilingnya—baik itu yang positif maupun yang negatif—ke dalam cerpen. Dari hasil potret kenyataan hidup di sekelilingnya itu, pengarang/penulis harus mampu membangun sebuah cerita dengan daya imajinasinya yang tinggi. Sehingga, kehidupan nyata yang ia pindahkan ke dalam sebuah cerpen menjadi sesuatu yang baru atau dunia yang baru. Dan dengan dunia barunya itu, penulis menawarkan kepada pembaca untuk dinikmati, untuk dijadikan sebuah perenungan yang bisa diambil hikmah atau pelajaran yang terkandung di dalam cerpen tersebut.
Akan tetapi, di dalam cerpen, tidak mesti harus mempertahankan unsur-unsur yang ada di dalam dunia nyata. Seperti: tokoh, setting, suasana, dan yang lainnya. Selain dituntut untuk memiliki daya imajinasi yang tinggi, pengarang juga dituntut untuk memiliki daya kretivitas yang tinggi. Jadi, boleh saja unsur-unsur yang ada di dalam dunia nyata dihilangkan, dan diganti dengan simbol-simbol di dalam cerpennya, yang mewakili gambaran potret kehidupan nyata di sekelilingnya.
Selain padat dan langsung pada tujuan, ciri khas lain cerpen ialah lebih memusatkan perhatian pada satu kejadian, satu alur (plot), latar tempat yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, dan waktu yang singkat. Ini jelas berbeda dengan novel yang harus memiliki unsur-unsur inti tertentu dari struktur dramatis. Seperti: opening (terdiri dari prolog setting, situasi, keadaan dan latar belakang tokoh utamanya); peristiwa cerita yang memperkenalkan konflik dengan tokoh utamanya; cerita yang meningkat; klimaks (titik konflik tertinggi); penyelesaian, yaitu dimana konflik dipecahkah; dan terakhir ending, akhir dari sebuah cerita tokoh utamanya.
Unsur-unsur Intrinsik Dalam Cerpen
Ibarat sebuah bangunan, pondasi adalah syarat awal agar bangunan itu bisa berdiri kokoh menjulang. Begitu juga dengan cerpen, unsur-unsur intrinsik dalam cerpen adalah pondasi awal yang membangun sebuah cerita agar terlihat baik dan indah. Nurgiyantoro, dalam bukunya yang berjudul “Pengkajian Prosa Fiksi”, mengatakan, unsur-unsur intrinsik ialah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Oleh karena itu, unsur-unsur intrinsik merupakan hal-hal yang sangat perlu diperhatikan dalam sebuah karya sastra. Unsur-unsur inilah yang membuat cerita lebih berkembang, menjadi sebuah pembangun cerpen yang paling utama.
Unsur-unsur intrinsik dalam cerpen terdiri atas tema cerita, alur cerita (plot), tokoh, latar (setting), sudut pandang, dan gaya bahasa.
1. Tema Cerita
Menentukan tema cerita adalah langkah awal dalam menulis sebuah karya fiksi, seperti cerpen dan novel. Tema merupakan gagasan dasar dan umum yang menopang sebuah karya sastra. Tema dan isi teks memiliki keterkaitan yang kuat sebagai struktur semantis. Tema menjadi dasar pengembangan isi cerita.
Penentuan tema terhadap sebuah tulisan fiksi berangkat dari potret kehidupan. Dan hasil dari potret kehidupan tersebut, diangkat menjadi sebuah tema yang digunakan untuk mengembangkan cerita. Oleh karena itu, tema memiliki generalisasi yang umum, lebih luas, dan sifatnya abstrak.
Cerita yang bagus adalah cerita yang mengikuti gari besar tema, mengalir dan tetap fokus pada inti cerita. Dan ini adalah kebutuhan cerpen. Seorang penulis harus pandai dan lihai menahan ketertarikannya untuk mengembangkan cerita. Karena, jika tulisan melebar, maka otomatis cerita akan kabur dari tema yang telah ditentukan. Jika demikian, ini akan menjadikan cerpen cacat dan rusak, tentunya tidak menarik. Kecuali, jika dari awal, tujuan penulis adalah menulis novel, bukan menulis cerpen. So, ketika Anda menulis cerpen, pastikan tetap sesuai dan fokus dengan tema. Tidak tergoda untuk memperlebar isi cerita meski Anda melihat peluang tersebut. Cerpen yang baik adalah cerpen yang indah tetapi padat dan langsung pada tujuan.
2. Alur Cerita (Plot)
Setelah menentukan tema, hal kedua yang harus ditentukan adalah alur cerita. Alur cerita ialah sebuah peristiwa yang memiliki keterkaitan berdasar atas urutan atau hubungan tertentu. Tujiyono, S. Pd. mengatakan, sebuah rangkaian peristiwa dapat terjalin berdasar atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan sebab-akibat. Sehingga, keterkaitan atau rangkaian berbagai peristiwa tersebut, baik secara linear atau lurus maupun secara kausalitas, akan membentuk satu kesatuan yang utuh, padu, dan bulat dalam suatu prosa fiksi. Jadi, intinya, alur merupakan urutan atau jalinan suatu kejadian (peristiwa) yang melatari sebuah cerita, yang memiliki hubungan sebab-akibat. Dalam arti lain, yaitu peristiwa yang disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Alur terdiri dari opening, pertengahan cerita, dan ending. Pastikan cerpen yang Anda tulis lengkap dan utuh.
Opening yang baik sangat menentukan kualitas cerpen itu sendiri. Sebuah cerpen, harus memiliki opening yang padat dan jelas, tidak mendayu-dayu dan kebanyakan deskripsi. Opening cerpen yang bagus, adalah opening yang bisa membuat si pembaca tersentak di awal dan penasaran. Seperti:
“Braaaakk!!!” Paijo mendaratkan tangannya dengan keras di atas meja.
“Sudah aku bilang, jangan sekali-kali kamu menyentuh benda itu!! Tetapi tetap saja kau tidak mengindahkannya!!” Amarah Paijo semakin memuncak. Sorot matanya tajam bagaikan serigala.
Opening di atas, akan membuat alis pembaca mengkerut karena tersentak dan bertanya-tanya, “Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba Paijo marah-marah dan memukulkan tangannya ke atas meja? Apa sebenarnya yang terjadi? Benda itu? Apa sebenarnya benda itu?” Dan pertanyaan-pertanyaan yang lainnya. Opening di atas memiliki nilai plus tersendiri.
Seperti yang telah dijelaskan di awal, cerpen harus lebih memusatkan perhatian pada satu kejadian, satu alur (plot), latar tempat yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, dan waktu yang singkat. Begitu juga dengan konflik, yaitu dengan satu konflik yang kuat dan memuncak di pertengahan.
3. Tokoh
Kemudian, selanjutnya ialah menentukan tokoh. Dalam cerpen, buatlah tokoh dengan jumlah yang terbatas. Semakin banyak tokoh, malah akan membuat cerita menjadi kabur. Tokoh merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu cerita, yang dapat ditafsirkan oleh pembaca sebagai orang yang memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu, seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan tindakan yang dilakukan oleh tokoh di dalam cerita.
4. Latar (Setting)
Latar merupakan penempatan waktu dan tempat di dalam sebuah cerita. Ketika Anda ingin menulis sebuah cerita fiksi, khususnya cerpen, maka tentukan latar yang jelas tapi singkat, tidak terlalu detail. Usahakan latar yang digunakan tunggal, tidak banyak latar. Karena itu akan membuat cerita menjadi kabur. Kecuali, jika Anda berminat untuk menulis novel, maka banyak latar adalah sesuatu yang sangat diharuskan.
Menurut Nurgiyantoro, unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu:
a. Latar Tempat. Latar tempat merupakan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan di dalam cerita tersebut.
b. Latar Waktu. Latar waktu berkatian dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan di dalam cerita.
c. Latar Sosial. Adapun latar sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan perilaku sosial masyarakat sekitar yang diceritakan di dalam cerita tersebut.
Seorang penulis, tidak bisa membuat latar dengan sembarangan, karena latar harus jelas dan sesuai dengan kenyataan. Jika Anda menulis cerita tentang Monas, tentu tidak mungkin Anda membuat latarnya di daerah Bandung, karena Monas kenyataannya ada di Jakarta. Kecuali, jika dari awal, cerita yang Anda buat adalah cerita yang jauh dari kehidupan yang nyata, tapi memiliki nilai-nilai positif yang ingin Anda sampaikan dari cerita fiksi Anda. Seperti, Anda membuat cerita tentang fenomena alam yang semakin rusak. Anda membuat cerita pohon-pohon, air, batu, tanah, dan yang lainnya dapat berbicara; contoh, lihat cerpen Avokado dan Kananga Odorata. Jika demikian, Anda pun bebas membuat latar khayalannya.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang (point of view) adalah cara, strategi, teknik atau siasat yang sengaja dipilih oleh seorang penulis dalam menyampaikan ide ceritanya.
Pembedaan sudut pandang dapat ditentukan dari bentuk persona tokoh cerita. Pembedaan sudut pandang dibagi menjadi dua:
a. Sudut Pandang Persona Ketiga. Sudut pandang ini menempatkan penulis sebagi narator. Jadi, penulis yang menceritakan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita dengan menggunakan sudut pandang “Dia”.
b. Sudut Pandang Persona Pertama. Sudut pandang ini memposisikan penulis sebagi tokoh yang terlibat di dalam suatu cerita. Jadi, penulis seakan-akan menceritakan kehidupannya sendiri dengan menggunakan sudut pandang “Aku”.
Anda bebas memilih sudut pandang yang Anda sukai untuk menyampaikan isi cerita yang Anda tulis untuk para pembaca.
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam sebuah cerpen atau novel, memiliki peran yang sangat penting. Suatu karya sastra yang baik, adalah yang memiliki nilai sastra yang tinggi. Dan itu ditentukan dari keindahan gaya bahasa yang ditulis oleh pengarangnya sendiri. Intonasi, diksi yang baik, dan susunan kalimatnya yang indah, mempunyai nilai plus tersendiri bagi sebuah karya fiksi.
Tips-tips Menulis Cerpen
Ada banyak tips yang berhubungan dengan bagaimana cara membuat cerpen. Bisa jadi ada 1001 cara, bahkan lebih. Karena setiap orang memiliki caranya masing-masing. Tapi, bagi seorang pemula, ada baiknya ikuti tips-tips di bawah ini, tips-tips menulis cerpen:
1. Niat dan Komitmen
Jika Anda ingin menjadi penulis, khususnya penulis fiksi, maka tips pertama yang harus Anda lakukan adalah tumbuhkan NIAT di dalam jiwa. Karena tidak mungkin Anda menjadi seorang penulis, atau tidak mungkin Anda bisa menulis cerpen jika niat menulis Anda lemah. Maka tancapkanlah niat yang kuat. Karena niat yang kuat, akan memudahkan seseorang dalam menulis. Banyak orang yang hanya memiliki niat di awal, akhirnya, ketika sudah sampai di pertengahan tulisannya, ia berhenti. Itu karena niatnya sudah mulai luntur. Jika demikian, Anda tidak akan bisa menulis sebuah cerpen.
Setelah Anda menancapkan niat di dalam jiwa, yang efeknya membuat gelora semangat menulis Anda semakin menggebu-gebu, maka hal berikutnya adalah KOMITMEN. Ya, niat saja tidak akan cukup jika Anda tidak memiliki komitmen yang kuat. Karena komitmen adalah sebuah perjanjian antara Anda dengan niat Anda. Janji, kalau Anda akan menjadi penulis cerpen yang baik dan handal.
2. Perbanyak Membaca Buku-Buku Fiksi
Kemudian, tips berikutnya adalah, perbanyak membaca buku-buku fiksi. Setelah niat dan komitmen, maka hal berikutnya yang harus Anda lakukan adalah memperbanyak bacaan buku-buku fiksi. Kenapa? Karena kita tidak akan mungkin bisa mandi, kalau air tidak mengalir. Begitu juga halnya menulis, Anda tidak akan bisa menulis, kalau refrensi diksi Anda minim. Membaca ibarat air yang menjadi kebutuhan manusia dan bermanfaat bagi dirinya. Dengan membaca, maka perbendaharaan kata/diksi Anda akan semakin banyak. Jika perbendaharaan kata/diksi Anda banyak, maka itu akan memudahkan Anda dalam menulis.
Selain dapat memperbanyak perbendaharaan kata/diksi, dengan membaca kita bisa mengkaji gaya/tipe kepenulisan setiap penulis, yang nantinya akan membentuk gaya/ciri khas tulisan kita masing-masing. Jadi, jika Anda ingin menjadi penulis cerpen, maka perbanyaklah membaca karya-karya cerpen dari para penulis handal. Baca, hayati, kaji, dan terapkan di dalam tulisan Anda, maka Anda akan menjadi penulis yang luar biasa. Jika Anda telah melakukannya, maka nanti dengan sendirinya Anda akan menemukan ciri khas dari tulisan Anda.
3. Ide atau Gagasan Cerita
Nah, setelah Anda menancapkan niat di dalam hati, lalu komitmen terhadap apa yang Anda niatkan, serta sudah memperbanyak membaca, apa yang pertama kali harus Anda lakukan? Tentu Anda harus punya ide atau gagasan cerita untuk cerpen Anda.
Banyak ide yang bisa Anda gali. Anda bisa melakukan observasi dan pengamatan singkat. Anda bisa merekam kehidupan sehari-hari Anda, lalu Anda tuangkan rekaman ide Anda ke dalam sebuah cerita. Beres.
4. Mengembangkan Ide Cerita
Jika Anda sudah menemukan ide atau gagasan cerita yang akan Anda tuangkan ke dalam tulisan, lalu berikutnya adalah mengembangkan ide atau gagasan cerita.
Dalam mengembangkan ide cerita, yang harus Anda perhatikan adalah unsur-unsur intrinsik dalam cerpen. Anda kembangkan dari sisi alur cerita. Buat alur yang menarik. Kemudian masukan tokoh-tokohnya. Buat konfliknya, dan lain-lain.
5. Menulislah!
Setelah Anda kembangkan ide atau gagasan cerita Anda, maka selanjutnya adalah MENULIS! Ya, segera tuangkan ide cerita Anda ke dalam tulisan. JANGAN ANDA MENUNDANYA. So, MENULISLAH!
6. Biarkan Mengalir Bagaikan Air
Ya, ketika Anda menulis, biarkan tulisan Anda mengalir bagaikan air. Jangan mengedit ketika tulisan Anda belum selesai. Selesaikan dulu tulisan Anda, lalu Anda edit. Jadi, buang jauh-jauh dulu pikiran untuk mengedit tulisan, pilihan kata/diksi, titik-koma, dan yang lainnya ketika Anda masih menulis.
7. Editing
Setelah tulisan Anda sudah selesai, baru Anda bisa mengedit tulisan Anda agar menjadi tulisan yang baik dan benar.
Warning
Tips-tips di atas tidak akan berguna bagi Anda. Ya, sama sekali tidak akan berguna bagi Anda, jika Anda tidak berani untuk memulai.
Cara efektif untuk menjadi seorang penulis hanya satu, ya MENULIS! Menulislah, maka Anda akan menjadi seorang penulis. Lupakan teori terlebih dahulu. Teori urusan belakangan. Hanya satu yang harus Anda lakukan, MENULISLAH! :)
*Shofwan Najmu, lahir di Jakarta, 16 Oktober 1988. Kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo-Mesir, Fakultas Ushuluddin, jurusan Hadits. Pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi, editor, layouter dan wartawan di beberapa media Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir). Beberapa tulisannya pernah dimuat di media nasional Indonesia—baik cetak maupun online—seperti Seputar Indonesia (Sindo), Republika, Annida Online, dll.
Baca juga cerpen-cerpen saya:
Jangan lupa komentarnya, ya!! ^_^ (Bagi yang tidak memiliki akun blogger atau sejenisnya, caranya: pilih profile Anda dengan memilih Anonymous di kolom "Beri Komentar Sebagai" di bawah. Setelah itu tuliskan komentar, lalu klik Poskan Komentar, kemudian ikuti perintahnya. Beres. Jangan lupa kasih keterangan nama yaaa .... ^_^ )
Jumat, 25 November 2011
Satria Piningit*
Cerpen Shofwan Najmu**
*Cerpen Ini Dimuat di Koran Harian Nasional Seputar Indonesia (SINDO), Minggu, 17 Juli 2011
Indonesia gempar. Isu soal munculnya Satria Piningit di tahun 2014 kembali menguap ke permukaan. Setiap orang, di sudut-sudut warung, di jalan-jalan, di pojokan gang, di rumah, dan di semua tempat yang biasa digunakan untuk bercengkrama, yang dibicarakan pasti seputar kemunculan Satria Piningit.
Isu itu kembali ramai dibicarakan, lantaran tahun ini adalah tahun 2014. Tahun di mana menurut ramalan akan datang seorang pemimpin yang akan kembali membawa Indonesia ke arah yang jauh lebih baik.
“Menurut penerawangan saya, Satria Piningit betul akan datang di tahun ini. Selama satu tahun saya bertapa mencari tahu siapa sosok Satria Piningit itu,” beber Ki Raden Joyo Royo, seorang paranormal, di salah satu stasiun televisi. “Lantas, apa jawabannya? Siapa sosok Satria Piningit itu?” tanya reporter program acara tersebut.
“Inisialnya A. Dia berasal dari partai berkuasa tahun ini,” jawab Ki Raden. Sosok A tersebut tak lain dan tak bukan adalah Adi Kusuma Saputra, yang diusung untuk menjadi calon presiden di pemilu 2014 dari Partai Maju Raya. Adi Kusuma Saputra memang salah satu tokoh kharismatik. Ia satu-satunya tokoh yang layak untuk maju ke perhelatan akbar dari partai tersebut, karena ia memiliki wibawa dan memiliki nilai jual di mata masyarakat Indonesia. Dan ia pula, yang akhir-akhir ini sering dibicarakan. Karena isu Satria Piningit sering dihubung-hubungkan dengannya. Semua paranormal pun seakan kompak memberikan penerawangannya yang ciri-cirinya mengarah ke sosok bernama Adi Kusuma Saputra.
“Saya yakin, dia akan menang di pemilu tahun ini. Dan dia akan membawa bangsa kita ini ke arah yang jauh lebih baik. Dia akan mengeluarkan Indonesia dari keterpurukkan yang selama ini mencekik rakyat Indonesia!!” ujar Ki Raden berapi-api menutup pembicaraan.
Isu kemunculan Satria Piningit, Sang Penyelamat, memang sudah sering dibicarakan sejak lama. Isu itu muncul dan mulai populer di tanah Nusantara ini sejak jaman Mataram-Surakarta. Tokoh pujangganya yaitu Ronggowarsito, keturunan pujangga besar Kasunanan Surakarta. Dari Ronggowarsitolah isu Satria Piningit muncul.
***
“Pak Syam!” panggil Bapak Arif, sekretaris pibadi Muhammad Syamsudin.
“Iya, ada apa?” tanya Pak Syam.
“Pendukung kita semakin ke sini semakin menyusut. Kita pasti bakalan kalah telak dengan Partai Maju Raya,” keluh Pak Arif.
“Kehilangan pendukung bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Kehilangan Allah, baru itu sesuatu yang harus ditakuti. Tenang aja, kita masih punya Allah yang pasti setia bersama hamba-hamba-Nya yang bertaqwa. Kita serahkan semuanya hanya kepada-Nya,” ujar Pak Syam menenangkan.
Muhammad Syamsudin merupakan salah satu calon presiden di tahun ini dari Partai Bangkit Indonesia. Secara karakter, ia seorang yang rendah hati, cerdas dan juga memiliki jiwa kepemimpinan yang dahsyat. Tapi sayang, menjelang hari H, pendukungnya pindah haluan ke partai lain. Dan kebanyakan ke Partai Maju Raya. Pak Syam memang tidak menggunakan politik money untuk menjaring pendukung. Kinerja partainya yang bersih, profesional dan juga islami, mungkin ini yang menyebabkan sebagian pendukungnya memilih selingkuh dengan partai lain.
***
“Marilah kita saksikan debat kandidat para calon presiden kita yang dahsyat dan spektakuler,” ujar pembawa acara dalam acara Debat Kandidat secara live di salah satu stasiun televisi.
Kandidat pertama telah selesai menyampaikan orasi dan visi-misinya.
“Dan sekarang, marilah kita saksikan kandidat berikutnya. Bapak Adi Kusuma Saputra, dari Partai Maju Raya!”
Gemuruh tepuk tangan para pendukungnya membahana.
“Saya berjanji, saya akan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang besar. Menjadi bangsa yang kuat. Menjadi bangsa yang maju dan berkembang. Jaman keemasan Indonesia tidak akan lama lagi akan terealisasikan. Satria Piningit tidak akan lama lagi akan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang maju dari segala hal. Dan itu semua, ada di nomor dua!! Hidup Partai Maju Raya!! Hidup Indonesia!!” pekiknya berapi-api. Para pendukungnya pun menyambutnya dengan tepuk tangan yang membahana.
“Apa hal pertama yang akan Anda lakukan jika Anda terpilih?” tanya penanya, seorang guru besar dari universitas ternama.
“Saya akan mengembangkan SDM kita dengan menggratiskan biaya pendidikan bagi yang tidak mampu,” jawabnya penuh keyakinan.
Adi Kusuma Saputra pun telah selesai menyampaikan orasi dan visi-misinya. Berbagai janji-janji manis diobralnya.
“Sekarang, kandidat berikutnya, Bapak Muhammad Syamsudin dari Partai Bangkit Indonesia!”
Tidak seperti Pak Adi, yang disambut dengan gemuruh tepuk tangan oleh pendukungnya. Tapi Pak Syam, hanya beberapa orang saja yang menyambutnya dengan tepuk tangan. Selebihnya, diam membisu.
“Apakah kalian percaya dengan ramalan-ramalan tentang Satria Piningit?” tanya Pak Syam mengawali orasinya.
“Percayaaaa!!” jawab para hadirin dengan kompak.
“Saya juga percaya. Tapi saya tidak percaya dan tidak meyakini kebenaran dari ramalan-ramalan yang seringkali digembor-gemborkan. Saya percaya dengan sifat-sifat positif yang dimiliki oleh Satria Piningit. Dan dengan sifat-sifat positifnya itu, ia mampu membawa Indonesia menuju jaman keemasan. Siapa pun bisa menjadi Satria Piningit. Siapa pun bisa menjadi seorang pemimpin yang luar biasa, yang mampu membawa Indonesia menjadi negara yang maju dan berkembang dari segala hal. Siapa pun bisa. Saya, Anda, atau siapa pun dia, pasti bisa menjadi seorang pemimpin yang ideal. Selama ia mampu mengelola sifat-sifat positifnya dengan baik, ia pasti bisa menjadi pemimpin yang ideal. Marilah, mari kita buka hati dan pikiran kita. Buang jauh-jauh pikiran-pikiran kuno yang masih percaya dengan hal-hal yang tidak masuk akal. Berpegang teguhlah pada agama. Sandarkanlah keyakinan kita hanya kepada Allah SWT. Hanya Allah yang patut kita yakini dan kita percayai, bukan yang lain. Kita bisa menjadi negara yang maju dan berkembang, jika kita sama-sama saling bahu-membahu mewujudkannya!!”
Suasana hening. Sunyi. Para hadirin terpana menyaksikan orasi Pak Syam.
“Apa hal pertama yang akan Anda lakukan jika Anda terpilih?” tanya guru besar itu.
“Hal pertama yang akan saya lakukan adalah, saya akan melepaskan tangan-tangan yang selama ini mencekik Indonesia. Karena cekikannya itu, selama ini kita seakan menjadi boneka yang tidak memiliki daya upaya dan kuasa. Hutang. Hutang yang selama ini menjerat dan mencekik Indonesia. Maka langkah awal yang akan saya lakukan adalah, saya akan membebaskan Indonesia dari hutang.”
“Ooooh! Hebat sekali Anda. Seperti apa langkah konkretnya?” tanya guru besar meremehkan.
“Saya siap untuk tidak digaji, dan hak gaji saya akan saya alokasikan untuk membayar hutang-hutang negara kita! Semuanya!!” jawabnya tegas penuh keyakinan. Jawaban dari hati yang bersih, ikhlas dan tulus. Sorot matanya tajam ke depan tapi teduh di pandangan.
Suasana semakin hening. Semakin sunyi. Mereka semua terpana dengan jawaban Pak Syam. Betul-betul jawaban yang sangat berani dan mengejutkan.
***
Indonesia kembali dikejutkan. Gempar. Bukan karena gempa. Tapi karena Partai Maju Raya yang memiliki ribuan pendukung, dan diramalkan akan memenangkan pemilu di tahun ini, kalah telak dengan Partai Bangkit Indonesia. Pak Syam bersama wakilnya terpilih untuk memimpin Indonesia hingga beberapa tahun ke depan.
Di awal pidato kepresidenannya, ia kembali menegaskan, bahwa ia tidak ingin digaji, dan hak gajinya akan disalurkan untuk membayar hutang-hutang negara. Dan yang mengejutkan, di tengah-tengah pidatonya, Pak Syam menyampaikan program kerja pertamanya.
“Saya telah membuka rekening khusus milik negara. Dan rekening ini digunakan untuk para rakyat yang ingin menyumbangkan uangnya demi mempercepat pelunasan hutang-hutang negara. Tidak ada batasan minimal dan maksimal. Semampu kalian. Ini sifatnya pinjaman, negara meminjam uang rakyat, dan nanti akan diganti oleh negara. Dari rakyat, untuk rakyat, dan kembali kepada rakyat! Marilah kita saling bahu-membahu untuk menjadikan negara kita menjadi negara yang maju dan berkembang!!”
Para rakyat pun menyambut keputusan Pak Syam dengan penuh kegembiraan. Mereka merayakan euforia atas terpilihnya Pak Syam dengan berbondong-bondong saling bergotong-royong menyumbangkan sebagian uangnya untuk pelunasan hutang negara.
Beberapa hari kemudian, pasca-terbentuknya kabinet baru di bawah pemerintahan presiden yang baru, Pak Syam kembali membuat kejutan dengan keputusannya yang baru.
“Untuk para pejabat negara, saya memutuskan untuk mengalokasikan gaji para pejabat negara guna mempercepat pelunasan hutang-hutang negara. Ini sifatnya sementara. Mungkin satu bulan, dua bulan, atau berbulan-bulan. Jika hutang-hutang negara betul-betul telah terlunasi semua, maka kondisi akan kembali seperti biasa.”
Sontak, keputusan presiden yang terbaru membuat para pejabat negara dari partai politik lain kebakaran jenggot. Keputusan Pak Syam membuat para rivalnya semakin geram. Mereka satu per satu pun memutuskan untuk keluar menanggalkan jabatannya masing-masing. Bahkan sebagian yang lain berusaha memprovokasi dan menggaet militer agar mengkudeta kedudukan Pak Syam. Pihak militer pun menyetujui dan sepakat untuk mengkudeta presiden. Segala siasat penjatuhan direncanakan. Segala fitnah dan tipu daya dibuat. Mereka menggunakan kelemahan penduduk Indonesia yang mudah terprovokasi.
Dengan segala tipu daya dan siasat busuk mereka, Pak Syam terkena fitnah maha dahsyat. Pak Syam dituduh korupsi dari dana-dana yang konon katanya digunakan untuk pembayaran hutang-hutang negara. Belum lagi dengan negara-negara yang memiutangi pinjaman uang kepada Indonesia, mereka mendukung untuk menjatuhkan Pak Syam dengan memberikan pernyataan bahwa Indonesia sama sekali belum melunasi hutang-hutangnya. Betul-betul fitnah yang sangat keji.
Rakyat pun terprovokasi. Amarah meluap. Rakyat turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi. Mereka menuntut agar Pak Syam turun dari jabatannya sebagai presiden. Pak Syam menolak. Ia tetap membela diri. Teman-teman dari Partai Bangkit Indonesia mendukungnya. Tapi amarah rakyat semakin meledak. Dan di sinilah, di saat yang paling ditunggu-tunggu oleh rival Pak Syam, di saat amarah rakyat semakin meledak, pihak militer turun serta mengkudeta Pak Syam dan wakilnya. Akhirnya, Pak Syam dan beberapa temannya dari Partai Bangkit Indonesia, dijebloskan ke penjara atas tuduhan korupsi, termasuk Pak Arif, sekretaris pribadi Pak Syam, yang ditunjuk menjadi penasihat presiden.
Dalam pengapnya penjara, Pak Arif berkeluh-kesah kepada Pak Syam, “Pak Syam, ternyata masalahnya sama sekali bukan Satria Piningit. Betul kata Pak Syam, siapa pun bisa menjadi pemimpin yang luar biasa. Menjadi pemimpin yang dapat menjadikan negaranya maju dan berkembang. Dan tentu, untuk mewujudkannya pemimpin dan rakyat harus saling bahu-membahu. Dan di sini masalahnya, ternyata, sebagian penduduk Indonesia belum siap dipimpin oleh pemimpin yang luar biasa seperti Pak Syam. Kita dituduh maling, padahal mereka yang maling. Indonesia memang belum siap menjadi negara yang maju, berkembang, dan juga beradab. Ironis!!” ***
Kairo, 2011
**Shofwan Najmu, lahir di Jakarta, 16 Oktober 1988. Kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo-Mesir, Fakultas Ushuluddin, jurusan Hadits. Pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi, editor, layouter dan wartawan di beberapa media Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir). Beberapa tulisannya pernah dimuat di koran harian nasional Indonesia.
Jangan lupa komentarnya, ya!! ^_^ (Bagi yang tidak memiliki akun blogger atau sejenisnya, caranya: pilih profile Anda dengan memilih Anonymous di kolom "Beri Komentar Sebagai" di bawah. Setelah itu tuliskan komentar, lalu klik Poskan Komentar, kemudian ikuti perintahnya. Beres. Jangan lupa kasih keterangan nama yaaa .... ^_^ )
Langganan:
Postingan (Atom)