Rabu, 22 Juni 2011

Lagu-lagu Indonesia Diputar di Rumah Makan Thailand

Lag-lagu Indonesia Diputar
di Rumah Makan Thailand


Shofwan Najmu



Siang itu, Cairo begitu panas mencekam. Angin berembus dengan campuran panasnya terik matahari yang begitu menyengat. Ribuan kaki berlalu-lalang di jalan dengan ribuan keringat pula yang menetes satu persatu dari pori-pori mereka. Tak terkecuali saya, saya pun berjalan menuju Rumah Makan Thailand di kawasan Abbasiyah.

Pesa nan telah dipesan. Sambil menunggu pesanan tiba, secara otomatis pandangan saya menyisir jalan raya. Kendaraan-kendaraan—baik roda dua maupun roda empat—berlalu-lalang saling balap, saling sabet tanpa aturan. Kondisi jalan raya kota Cairo, atau lebih tepatnya lagi Mesir, semakin menambah rasa panas di jiwa.

Karena terlalu asyik dan masygul mata ini memandangi jalan raya, sayup-sayup saya menangkap alunan nada-nada yang ritmenya tidak terlalu asing di pendengaran. Konsentrasi pikiran pun beralih dari jalan raya menuju musik yang diputar oleh tuan rumah.

Semakin diperhatikan, ternyata saya kenal. Ya, ini lagu dangdut. Saya pernah dengar lagu ini. Awalnya saya heran, orang Thailand, tapi kok lagu yang diputar lagu dangdut Indonesia? Apakah dangdut telah mendunia? Saya pun mengacuhkannya. Mungkin, mereka asal putar saja. Dan mungkin, mereka juga tidak tahu kalau itu lagu Indonesia.

Pesanan pun datang. Dengan lahap saya menyantap. Tiba-tiba, konsentrasi saya pun kembali pecah, karena kembali menangkap nada-nada yang tidak begitu asing di telinga. Ya, ternyata ini lagu pop Indonesia tahun 90-an. Senyum pun mengembang. Ada rasa bangga terselip dalam hati. Bangga karena lagu-lagu Indonesia diputar di kawasan bukan orang-orang Indonesia. Begitu pun seterusnya, lagu-lagu yang diputar adalah lagu-lagu Indonesia, salah satunya lagu versi “band kepret” (rebana) yang sangat saya kenal.

Melihat saya tersenyum, orang Mesir yang duduk di depan saya pun menegur.

“Kenapa kamu senyum-senyum?”

Dengan sedikit rasa bangga, saya pun menjawab, “Ini, yang diputar, lagu-lagu Indonesia.”

“Indonesia? Subhanaallah, andunisy, ahsanun nas (Indonesia sebaik-baiknya manusia).”

Begitulah kurang lebihnya percakapan antara saya dengan orang Mesir tersebut.

Namun, ada yang mengganjal di hati. Lagu-lagu Indonesia diputar di kawasan orang-orang non-Indonesia? Indonesia sebaik-baiknya manusia? Dua pertanyaan ini menghantui hati saya selama di Rumah Makan Thailand. Bahkan, sampai saya selesai makan pun, dan kembali ke rumah, hati dan pikiran saya masih saja berdiskusi mengenai dua pertanyaan tadi.

Patutkah saya berbangga diri sebagai warga Indonesia karena mendengar lagu-lagu Indonesia diputar dan didengar oleh bangsa lain? Sepertinya tidak! Lalu, bagaimana dengan pujian warga Mesir, yang biasa memuji manusia-manusia Indonesia sebagai sebaik-baiknya manusia? Patutkah kita berbangga diri dengan pujian tersebut?

Malu rasanya jika kita terbuai dengan pujian-pujian dari orang-orang Mesir. Kenapa? Karena pujian itu bukan untuk individual, tapi pujian secara keseluruhan. Secara tidak langsung, mereka mengira, seluruh kebaikan telah melekat di jiwa warga Indonesia, dan sebaik-baiknya manusia di muka bumi ini adalah warga Indonesia. Benarkah? Entahlah, saya sendiri hanya bisa menjawab waallahu a’alam. Toh, pada kenyataannya, Indonesia tidak sebaik yang mereka pujikan kepada kita. Akibat dari krisis moral bangsa, korupsi semakin merajalela. Budaya seks bebas semakin digandrungi oleh kebanyakan masyakarat Indonesia. Pembunuhan, dan sederet kasus kriminal lainnya tak luput menghiasi wajah Indonesia.

Mungkin betul apa yang dikatakan Hamzah Haz, bahwa bangsa kita, secara teoritis sudah bangkrut! Saya mengamini apa yang dikatakan Hamzah Haz. Indonesia memang sudah bangkrut. Tidak hanya dari sisi materi, tapi bangkrut dari sisi moralitas! Bangsa Indonesia telah kehilangan jati dirinya.

Tidak ada yang bisa kita lakukan, kecuali mengembalikan semuanya kepada Dzat yang Maha Mengatur. Seraya terus membenahi diri, merubah dan membentuk karakter diri kita dengan kebaikan-kebaikan yang telah Allah dan Rasul ajarkan di dalam Islam. Dan kebaikan individual tidak akan mampu merubah bangsa Indonesia dan mengembalikan citra baik Indonesia di mata dunia. Hanya akumulasi kebaikan setiap individulah yang dapat merubah nasib bangsa Indonesia! Kebaikan bangsa adalah akumulasi dari kebaikan-kebaikan dari setiap individu. Semoga kita bisa membentuk akumulasi kebaikan dari setiap individu kita.





Jangan lupa komentarnya, ya!! ^_^ (Bagi yang tidak memiliki akun blogger atau sejenisnya, caranya: pilih profile Anda dengan memilih Anonymous di kolom "Beri Komentar Sebagai" di bawah. Setelah itu tuliskan komentar, lalu klik Poskan Komentar, kemudian ikuti perintahnya. Beres. Jangan lupa kasih keterangan nama yaaa .... ^_^ ) 

1 komentar:

TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG KE DUNIA KATA SHOFWAN NAJMU ^_^
Photobucket

Anda Pengunjung Ke ....

Jejak Pengunjung

Page Rank

Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net